Kali ini Saya akan menulis terjemahan Kitab Safinah bab niat. Sambil mempelajari terjemahannya, silahkan buka Kitab Safinah pasal niat di halaman 19. Dalam Kitab Safinah tentang niat ini, disamping menjelaskan hakikat niat juga dijelaskan tentang makna dari tertib.
Menjelaskan hukum-hukum niat. Hukum niat itu ada 7, namun yang akan dibicarakan disini hanya 3.
Maksudnya hakikat niat menurut syara
Maka jika melambatkan/mengakhirkan dalam melakukannya dari menyengaja, maka disebut azam, bukan niat. Adapun niat menurut bahasa adalah mutlak menyengaja, sama saja apakah berbarengan dengan mengerjakannya atau tidak.
untuk membantunya lisan terhadap hati. Dinamakan qolbu (bolak-balik) karena hati ini tempat membolak-balik segala urusan atau karena bentuknya yang terbalik (maqlub) seperti corong gula.
Hati adalah sebentuk daging yang berbentuk pohon cemara yang letanya ada di tengah dada dan posisi ujung/kepalanya berada di sisi kiri tubuh kita.
di dalam wudhu
Pendapat para ulama yang mendahulukan lafadz غَسْلِ (membasuh) dari lafadz أَوَّلِ (permulaan) merupakan pendapat Imam Syarqowi dengan melihat bahwa yang wajib itu adalah membarengkannya niat dengan pekerjaan.
Sebaian ulama berpendapat sebaliknya yakni pendapat Imam Baijuri dengan melihat bahwa yang diperhitungkan itu adalah membarengkan niat dengan permulaan bagian yang dibasuh.
Baijuri berkata : Sebagian dari yang diperhitungkan adalah membarengkan niat pada perkara yang wajib dibasuhnya dari bulu-bulu di wajah walaupun panjang terurai, bukan pada perkara yang sunat dibasuhnya seperti bagian dalam dari janggut tebal.
Jika bulu dari wajah dicukur dan telah diniatkan sambil membarengkan membasuhnya, maka tidak wajib niat lagi pada sisa bulu-bulu wajah lainnya atau bagian lainnya dari wajah.
Tidak cukup membarengkan niat dengan membasuh apapun sebelum wajah, misalnya membasuh dua telapak tangan, berkumur, membersihkan hidung, kalau tidak terbasuh bagian dari wajah pada saat membasuhnya seperti dua bibir. Tapi kalau ada yang tebasuh, maka sudah cukup, namun tidak punya pahala sunat.
Adapun waktu niat pada selain wudhu adalah di awal setiap ibadah kecuali pada puasa. Maka sesunggunya niat dalam puasa itu didahulukan dari puasanya sebab susahnya dalam mengawasi fajar. Menurut qoul shohih, hal itu bukan niat tapi 'azam yang menempati niat.
Adapun hukum niat itu secara umum adalah wajib dan yang tidak umum adalah sunat seperti niat memandikan jenazah. Sedangkan praktek niat itu berbeda-beda tergantung apa yang diniatkannya sepeti sholat, puasa dan lainnya.
Syarat niat itu adalah Islam, sudah tamyiz, mengetahui apa yang diniatkan, tidak ada yang menafikan niat dan tidak menggantungkan niat. Maka jika mengucapkan insya Allah, lalu dimaksud sebagai ta'liq (menggantungkan niat) atau diitlaq (tanpa ada niat aapa pun), maka tidak sah niatnya. Jika niat tabarruk, maka sah niatnya.
Yang dimaksud niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat kebiasaan, seperti membedakan antara duduk i'tikaf dengan duduknya ketika sedang istirahat, atau membedakan martabat ibadah, seperti membedakan mandi wajib dengan mandi sunat.
Sebagian ulama, telah menadzomkan hukum niat yang 7 dalam 2 bait dari Ibnu Hajar 'Asqolani/At Tata-i dengan bahar rajaz.
Yang dimaksud عُضْوٌ adalah setiap jaringan tulang yang melindungi jasad.
Hakikat tertib adalah menempatkan segala sesuatu sesuai martabatnya. Al Hishni berkata, kefarduan tertib ini diambil berdasar faidah ayat (Al Quran di atas) dengan adanya huruf wau yang menunjukkan tertib, sebab jika bukan tertib yang dimaksud, maka hal itu menjadi salah satu bagian dari pekerjaan itu.
Begitu juga sabda Nabi توضأ إلا مرتباً. Nabi mengungkapkan مرتباً sesudah kata توضأ, ini menujukkan bahwa sholat tak akan diterima oleh Allah kecuali dengan wudhu seperti sabda Nabi. Demikian, hadits ini adalah riwayat dari Imam Bukhori.
Demikian penjelasan dari Kitab Safinatun Najah bab niat. Fasal selanjutnya tentang air. BACA JUGA : 5 Rekomendasi Kitab Safinah
(فَصْلٌ)
Fasal ini
Menjelaskan hukum-hukum niat. Hukum niat itu ada 7, namun yang akan dibicarakan disini hanya 3.
النِّيَّةُ
Niat itu
Maksudnya hakikat niat menurut syara
قَصْدُ الشَّيْءِ مُقْتَرِناً بِفِعْلِهِ
adalah menyegaja sesuatu yang dibarengi dengan mengerjakannya
Maka jika melambatkan/mengakhirkan dalam melakukannya dari menyengaja, maka disebut azam, bukan niat. Adapun niat menurut bahasa adalah mutlak menyengaja, sama saja apakah berbarengan dengan mengerjakannya atau tidak.
وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ وَالتَّلَفُّظُ بِهَا سُنَّةٌ
Tempatnya niat itu di dalam qolbu (hati) dan mengucapkan niat itu hukumnya sunat
untuk membantunya lisan terhadap hati. Dinamakan qolbu (bolak-balik) karena hati ini tempat membolak-balik segala urusan atau karena bentuknya yang terbalik (maqlub) seperti corong gula.
Hati adalah sebentuk daging yang berbentuk pohon cemara yang letanya ada di tengah dada dan posisi ujung/kepalanya berada di sisi kiri tubuh kita.
وَوَقْتُهَا
Adapun waktunya niat
di dalam wudhu
عِنْدَ غَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْوَجْهِ
ketika membasuh permulaan salah satu bagian dari wajah
Pendapat para ulama yang mendahulukan lafadz غَسْلِ (membasuh) dari lafadz أَوَّلِ (permulaan) merupakan pendapat Imam Syarqowi dengan melihat bahwa yang wajib itu adalah membarengkannya niat dengan pekerjaan.
Sebaian ulama berpendapat sebaliknya yakni pendapat Imam Baijuri dengan melihat bahwa yang diperhitungkan itu adalah membarengkan niat dengan permulaan bagian yang dibasuh.
Baijuri berkata : Sebagian dari yang diperhitungkan adalah membarengkan niat pada perkara yang wajib dibasuhnya dari bulu-bulu di wajah walaupun panjang terurai, bukan pada perkara yang sunat dibasuhnya seperti bagian dalam dari janggut tebal.
Jika bulu dari wajah dicukur dan telah diniatkan sambil membarengkan membasuhnya, maka tidak wajib niat lagi pada sisa bulu-bulu wajah lainnya atau bagian lainnya dari wajah.
Tidak cukup membarengkan niat dengan membasuh apapun sebelum wajah, misalnya membasuh dua telapak tangan, berkumur, membersihkan hidung, kalau tidak terbasuh bagian dari wajah pada saat membasuhnya seperti dua bibir. Tapi kalau ada yang tebasuh, maka sudah cukup, namun tidak punya pahala sunat.
Adapun waktu niat pada selain wudhu adalah di awal setiap ibadah kecuali pada puasa. Maka sesunggunya niat dalam puasa itu didahulukan dari puasanya sebab susahnya dalam mengawasi fajar. Menurut qoul shohih, hal itu bukan niat tapi 'azam yang menempati niat.
Adapun hukum niat itu secara umum adalah wajib dan yang tidak umum adalah sunat seperti niat memandikan jenazah. Sedangkan praktek niat itu berbeda-beda tergantung apa yang diniatkannya sepeti sholat, puasa dan lainnya.
Syarat niat itu adalah Islam, sudah tamyiz, mengetahui apa yang diniatkan, tidak ada yang menafikan niat dan tidak menggantungkan niat. Maka jika mengucapkan insya Allah, lalu dimaksud sebagai ta'liq (menggantungkan niat) atau diitlaq (tanpa ada niat aapa pun), maka tidak sah niatnya. Jika niat tabarruk, maka sah niatnya.
Yang dimaksud niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat kebiasaan, seperti membedakan antara duduk i'tikaf dengan duduknya ketika sedang istirahat, atau membedakan martabat ibadah, seperti membedakan mandi wajib dengan mandi sunat.
Sebagian ulama, telah menadzomkan hukum niat yang 7 dalam 2 bait dari Ibnu Hajar 'Asqolani/At Tata-i dengan bahar rajaz.
سبع شرائط أتت في نية # تكفي لمن حوى لها بلا وسن
حقيقة حكم محل وزمن ## كيفية شرط ومقصود حسن
Tujuh syarat yang diharuskan pada niat # cukuplah bagi yang menghimpunnya tanpa ngantuk
hakikat, hukum, tempat dan waktu # kaifiat, syarat, maksud harus bagus
وَالتَّرْتِيْبُ أَنْ لاَ يُقَدَّمَ عُضْوٌ عَلَى عُضْوٍ
Tertib adalah tidak mendahulukan anggota dari anggota yang lain.
Yang dimaksud عُضْوٌ adalah setiap jaringan tulang yang melindungi jasad.
Hakikat tertib adalah menempatkan segala sesuatu sesuai martabatnya. Al Hishni berkata, kefarduan tertib ini diambil berdasar faidah ayat (Al Quran di atas) dengan adanya huruf wau yang menunjukkan tertib, sebab jika bukan tertib yang dimaksud, maka hal itu menjadi salah satu bagian dari pekerjaan itu.
Begitu juga sabda Nabi توضأ إلا مرتباً. Nabi mengungkapkan مرتباً sesudah kata توضأ, ini menujukkan bahwa sholat tak akan diterima oleh Allah kecuali dengan wudhu seperti sabda Nabi. Demikian, hadits ini adalah riwayat dari Imam Bukhori.
Demikian penjelasan dari Kitab Safinatun Najah bab niat. Fasal selanjutnya tentang air. BACA JUGA : 5 Rekomendasi Kitab Safinah
============================
LAGI PROMO
Nadzom Alfiyah TerjemahTerjemah Talim Mutaalim
Terjemah Safinah
Terjemah Riyadush Sholihin
Terjemah Bidayatul Hidayah
==========================